3 Kesalahan Umum Kampus Saat Promosi di Sosial Media

Tips Singkat dan Contoh Nyata yang Sering Terjadi

Di tengah persaingan ketat antar perguruan tinggi, kehadiran kampus di sosial media bukan lagi pelengkap, melainkan keharusan. Namun, tak sedikit kampus—terutama yang kecil atau sedang berkembang—yang terjebak dalam kesalahan-kesalahan umum saat melakukan promosi digital. Alih-alih menarik minat calon mahasiswa, justru pesan yang disampaikan tenggelam atau bahkan dianggap tidak relevan.

Artikel ini mengupas tiga kesalahan paling sering dilakukan oleh kampus saat memasarkan diri di media sosial. Tak hanya itu, Anda juga akan menemukan tips singkat untuk menghindarinya, lengkap dengan contoh nyata dari praktik di lapangan.

1. Terlalu Fokus pada Informasi Formal, Kurang Cerita yang Menginspirasi

Kesalahan yang Terjadi

Banyak kampus mengisi feed Instagram atau Facebook mereka dengan konten-konten seperti pengumuman pendaftaran, foto wisuda, atau ucapan hari besar. Meski informasi ini penting, terlalu banyak postingan formal membuat audiens cepat bosan. Lebih buruk lagi, akun kampus bisa tampak seperti papan pengumuman digital.

Contoh Nyata

Sebuah kampus swasta di Jawa Barat mengunggah 90% kontennya berupa flyer digital. Engagement rendah, tidak ada komentar, hanya sedikit likes. Calon mahasiswa pun kesulitan menangkap “rasa” dari kampus itu sendiri—siapa mereka, bagaimana budaya belajar di dalamnya.

Mengapa Ini Terjadi?

Kampus sering terjebak pada pemikiran bahwa branding adalah soal keformalan dan prestise. Padahal, menurut penelitian dari Journal of Marketing Research (Berger & Milkman, 2012), konten yang menyentuh emosi dan bersifat naratif jauh lebih mudah menyebar secara organik.

Solusi Singkat

Bangun narasi otentik. Tampilkan kisah mahasiswa yang berhasil, perjuangan dosen di balik layar, atau aktivitas komunitas kampus. Cerita-cerita ini akan membangun koneksi emosional dengan audiens.

🎯 Tips: Gunakan format carousel Instagram atau Reels pendek untuk menyampaikan kisah inspiratif yang relevan.

2. Tidak Konsisten dalam Visual dan Nada Suara (Tone of Voice)

Kesalahan yang Terjadi

Setiap unggahan kampus memiliki gaya desain dan bahasa berbeda. Hari ini memakai bahasa santai, besok terlalu formal. Visual kadang dominan biru, kadang oranye, kadang tidak ada pola sama sekali.

Contoh Nyata

Salah satu kampus vokasi memiliki konten promosi di TikTok yang enerjik dan menarik. Namun, saat pengunjung diarahkan ke Instagram, tone berubah drastis menjadi kaku dan membosankan. Ini menciptakan kebingungan dan menurunkan kepercayaan.

Mengapa Ini Terjadi?

Tidak adanya pedoman merek (brand guideline) menjadi akar masalah. Tanpa standar desain dan suara, setiap unggahan tergantung pada siapa yang membuatnya, bukan siapa yang dituju.

Menurut Marty Neumeier dalam bukunya The Brand Gap, konsistensi adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan dan diferensiasi merek.

Solusi Singkat

Buat brand guideline sederhana yang berisi:

  • Warna utama dan pendamping
  • Jenis huruf yang digunakan
  • Nada suara (apakah santai, profesional, atau ramah akademik)
  • Format konten visual

🎯 Tips: Gunakan Canva dengan template yang sudah di-lock style-nya agar tim media sosial bisa bekerja konsisten meski berganti-ganti personel.

Baca juga: Strategi Keberlanjutan Website Kampus untuk Meningkatkan Kredibilitas Digital

3. Mengabaikan Interaksi dan Tidak Membangun Komunitas

Kesalahan yang Terjadi

Banyak kampus masih menganggap sosial media sebagai saluran satu arah. Mereka memposting, tapi tidak membalas komentar, tidak mengajak diskusi, bahkan tidak pernah menyebut nama mahasiswa atau komunitas yang disebutkan dalam kontennya.

Contoh Nyata

Salah satu kampus di Kalimantan rutin mengunggah foto kegiatan kampus, namun tidak pernah merespon komentar. Saat seorang alumni memberikan testimoni positif di kolom komentar, tidak ada tanggapan. Ini adalah peluang emas yang terlewat begitu saja.

Mengapa Ini Terjadi?

Fokus utama masih pada produksi konten, bukan membangun percakapan. Padahal, algoritma sosial media hari ini sangat memprioritaskan interaksi dua arah (sumber: Hootsuite Social Trends Report, 2024).

Solusi Singkat

  • Tanggapi setiap komentar dengan ramah dan cepat.
  • Buat sesi Q&A di Instagram Story.
  • Ajak audiens untuk ikut serta dalam pembuatan konten, misalnya dengan tantangan #AlumniBerbagi atau #KisahHariPertamaKuliah.

🎯 Tips: Jadwalkan 30 menit setiap hari khusus untuk interaksi, bukan hanya posting konten.

Kesimpulan: Saatnya Kampus Kecil Tampil Menonjol Lewat Cerita Otentik

Promosi kampus di sosial media bukan sekadar memajang foto gedung atau daftar akreditasi. Ini adalah kesempatan untuk membangun narasi yang hidup, emosional, dan membedakan kampus Anda dari ratusan lainnya.

Kesalahan-kesalahan di atas adalah hal umum yang bisa diperbaiki dengan cepat. Kuncinya adalah:

  • Berani bercerita,
  • Konsisten dalam penyampaian,
  • Dan aktif membangun komunitas digital.

Kampus kecil justru memiliki keuntungan untuk tampil lebih personal dan otentik—sesuatu yang sulit dicapai oleh institusi besar yang terlalu birokratis.

✨ “People don’t buy what you do, they buy why you do it.” – Simon Sinek, Start With Why

Referensi:

  • Berger, J., & Milkman, K. L. (2012). What Makes Online Content Viral? Journal of Marketing Research, 49(2), 192–205.
  • Neumeier, M. (2005). The Brand Gap: How to Bridge the Distance Between Business Strategy and Design.
  • Hootsuite. (2024). Social Media Trends Report.
  • Sinek, S. (2009). Start With Why. Portfolio.
0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

pusat konten

pusat konten

Related Posts

//
Optimize Campus, Maximize Impact
👋 Hi, ada yang bisa kami bantu?