Di tengah kompetisi ketat dalam menarik calon mahasiswa, pertanyaan yang kerap muncul di meja pimpinan kampus adalah: apakah sebaiknya fokus dulu ke media sosial, atau membenahi website kampus yang menjadi pusat informasi resmi?
Pertanyaan ini wajar, mengingat banyak institusi pendidikan tinggi saat ini mengandalkan media sosial sebagai garda terdepan promosi. TikTok, Instagram Reels, hingga YouTube Shorts terbukti mampu menghadirkan engagement cepat, murah, dan masif. Namun, pada akhirnya, calon mahasiswa maupun orang tua tetap akan mencari informasi final melalui website kampus sebelum mengambil keputusan penting.
Dengan demikian, diskusi mengenai “website atau media sosial dulu” bukanlah tentang memilih salah satu, melainkan bagaimana mengatur prioritas dalam orkestrasi kanal digital kampus.
Media Sosial: Gerbang Pertama yang Cepat dan Murah
Media sosial terbukti menjadi entry point efektif dalam strategi pemasaran. Menurut laporan We Are Social (2024), pengguna internet Indonesia menghabiskan rata-rata 3 jam 11 menit per hari di media sosial. Angka ini menunjukkan betapa kuatnya media sosial sebagai jalur pertama interaksi kampus dengan calon mahasiswa.
Keunggulan media sosial bagi kampus antara lain:
- Eksekusi cepat dan murah – Membuat konten bisa dilakukan dengan sumber daya terbatas.
- Algoritma rekomendasi – Konten bisa viral tanpa biaya besar, terutama di TikTok dan Instagram Reels.
- Fleksibilitas format – Video, carousel, live streaming, hingga testimoni mahasiswa dapat digunakan.
- Micro influencing – Cerita dosen, alumni, dan mahasiswa menjadi bahan promosi otentik.
Namun, sekuat apa pun media sosial, efektivitasnya hanya akan maksimal jika diarahkan ke rumah digital utama: website kampus.
Website: Titik Konversi dan Pusat Kredibilitas
Website bukan sekadar katalog informasi, tetapi titik konversi dan bukti kredibilitas kampus. Dari formulir pendaftaran, brosur digital, hingga informasi akreditasi dan prestasi, semuanya terpusat di website.
Sebuah studi oleh Nielsen Norman Group menegaskan bahwa 70% pengguna menilai kredibilitas organisasi dari kualitas website-nya. Artinya, jika website tidak diperbarui, tampil membingungkan, atau memiliki tautan rusak, kredibilitas kampus akan dipertanyakan.
Analogi sederhananya: jika media sosial adalah brosur keliling, maka website adalah lobi utama. Brosur bisa menarik minat, tetapi keputusan akan dibuat di lobi.
Mana yang Harus Didahulukan?
Jika sumber daya terbatas, prioritas awal adalah memperkuat website. Ada tiga alasan utama:
- Fondasi digitalisasi kampus – Website adalah pusat dari sistem PMB, LMS, dan layanan akademik.
- Menghindari bounce rate tinggi – Konten media sosial yang menarik akan sia-sia jika pengunjung “mendarat” di website yang membingungkan.
- Ukuran kredibilitas digital – Orang tua calon mahasiswa dan mitra industri menilai reputasi kampus dari domain resminya, bukan dari akun Instagram.
Dengan kata lain, social media may inspire, but website must convert.
Baca juga: Dari Peta ke Aksi: Strategi Mengoptimalkan User Journey Mahasiswa untuk PMB yang Efektif
Strategi Eksekusi Bertahap
1. Audit Website Sekarang
- Evaluasi tampilan mobile, kecepatan loading, dan broken link.
- Pastikan halaman Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) mudah diakses.
- Sajikan informasi program studi, prestasi, dan testimoni dengan struktur jelas.
2. Bangun Website sebagai Conversion Hub
- Gunakan CTA (Call-to-Action) yang jelas: “Daftar Sekarang”, “Hubungi Kami”, “Download Brosur”.
- Integrasikan dengan sistem CRM atau PMB digital untuk mempermudah proses.
3. Aktivasi Media Sosial Berbasis Narasi Website
- Ambil konten dari website, lalu repurpose menjadi konten sosial media.
- Arahkan traffic kembali ke halaman website relevan.
4. Pasang Tracking & Analytics
- Gunakan Google Analytics dan pixel tracking untuk melacak asal traffic.
- Optimalkan kanal yang terbukti menghasilkan konversi tertinggi.
Menyatukan Website dan Media Sosial dalam Satu Funnel
Pada akhirnya, website dan media sosial bukanlah pesaing, melainkan partner. Media sosial berfungsi sebagai magnet yang menjemput audiens, sementara website menjadi tempat pengambilan keputusan.
Bagi pimpinan kampus, langkah yang bijak adalah memastikan website kokoh dan meyakinkan terlebih dahulu. Setelah itu, gunakan media sosial sebagai saluran untuk memperluas jangkauan, membangun narasi, dan mengarahkan audiens kembali ke website.
Kesimpulan
Pertanyaan “website atau media sosial dulu?” sebenarnya tidak perlu dijawab dengan dikotomi. Namun, jika harus menetapkan prioritas dalam keterbatasan sumber daya, jawabannya jelas: perkuat website terlebih dahulu.
Website adalah rumah digital yang harus siap menerima tamu, sementara media sosial adalah undangan yang tersebar ke mana-mana. Tanpa rumah yang layak, undangan tidak akan berarti banyak.
Dengan fondasi website yang kuat, media sosial akan menjadi amplifier yang efektif. Kombinasi keduanya akan memperkuat kredibilitas digital kampus, menarik lebih banyak calon mahasiswa, dan menjaga reputasi di mata masyarakat serta mitra industri.
Referensi
- We Are Social. (2024). Digital 2024: Indonesia. Retrieved from: https://wearesocial.com/
- Nielsen Norman Group. (2020). Credibility on the Web: 10 Guidelines. Retrieved from: https://www.nngroup.com/articles/website-credibility/
- Statista. (2024). Most popular social media platforms in Indonesia. Retrieved from: https://www.statista.com/
0 Comments